Rabu, 23 Maret 2011

KERUSAKAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH INDUSTRI





KERUSAKAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH INDUSTRI
(Tugas Ekologi Manusia)











Oleh
Dwi Aryanti
0914023113
Kelompok 2




Unila logos.jpg







JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
                                                               2011




Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi  tujuan.  Keadaan  ini  terjadi  karena aspek-aspek  dasar  dari  manfaat  teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat   teknologi.    Negara    pengadopsi    hanya    menjadi    komsumen    dan   ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan  di  negara-negara  untuk  beranjak  dari  satu  tahapan  pembangunan  ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya  lapisan  es  di  Kutub  Utara  dan  Selatan  Bumi  dapat  dijadikan  sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 - 20). Selain itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidak perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat  mendatangkan  bencana  bagi  kehidupan  manusia.  Oleh  karena  itu,  masalah

pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun komsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali  terjadi  kekurang  tepatan  dalam  menerapkan  berbagai  perangkat  peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyaakat dan pemerintah.
Itikad penanganan dan pemecahan masalah lingkungan telah ditunjukan oleh pemerintah melalui Kantor Menteri Lingkungan Hidup yang mempersyaratkan seluruh bentuk kegiatan industri harus memenuhi ketentuan Amdal dan menata hasil buangan industri baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Disamping itu, berbagai seruan dan ajakan telah disampaikan kepada konsumen dan rumah tangga pengguna produk industri yang buangannya tidak dapat diperbaharui ataupun didaur ulang.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan: 1). Bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan, 2). Bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan dan, 3). Bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup.

A. KONSEP-KONSEP UNTUK MEMAHAMI MASALAH LINGKUNGAN DAN PENCEMARAN OLEH INDUSTRI

Seringkali    ditemukan    pernyataan    yang   menyamakan    istilah    ekologi    dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup   adalah          hubungan                     mahluk              hidup,         khususnya            manusia dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991: 19). Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya. keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13).
Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain.
Dan,  manusia  sebagai  mahluk  yang  paling  unggul  di  dalam  ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumbersumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam. yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources) Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula (Suratmo, dalam Sudjanan dan Burhan, 1996:31). Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (2). biologi,

seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non- hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, Soemarwoto (1991: 50 -51) mengkategorikan sifat lingkungan hidup alas dasar: (1). Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, (2). hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut, (3). kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan (4). faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan,  terutama  terhadap  kesehatan  dan  mutu  hidup  manusia.  Misalnya,  akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.
Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya. Soemarwoto (1991: 53) secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang  sifatnya  tidak  dikenali  dan  dirasakan,  misalnya  dampak  radiasi  baik  yang disebabkan oleh sinar ultarviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup mahluk hidup.

B. INDUSTRI DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat   dan   kesamaan   persepsi   dalam   pengelolaan   lingkungan   hidup.   Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secar sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik- baiknya (Soemarwoto, 1991: 73).
Memang    manusia     memiliki    kemampuan    adaptasi    yang    tinggi    terhadap lingkungannya , secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.

Dengan  demikian,  pengelolaan  lingkungan  dilakukan  bertujuan  agar  manusia tetap "suvival". Hakekatnya manusia telah "survival" sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalah lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia

1. Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan.
Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia "survival" yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia.. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek "rumah kaca".
Teknologi  yang  diandalkan  sebagai  istrumen  utama  dalam  "revolusi  hijau" mampu  meningkatkan  hasil  pertanian,-  karena  adanya  bibit  unggul,  bermacam  jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama
juga    menghasilkan    berbagai    jenis    racun    yang    berbahaya    bagi    manusia    dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan  berbagai  kebutuhan  seperti  tabung  gas  kebakaran,  alat-alat  pendingin (Iemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau abat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetrafluoroethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama  negara berkembang) untuk  memanfaatkan  kekayaan  hutan  alamnya  dalam  rangka  meningkatkan  sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikomsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai intrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemanjuan teknologi sibernitika ini

meyakini ekonom Peter Drucker (Toruan, dalam Jakob Oetama (ep.) 1999:35, bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
Kasus   Indonesia   Indonesia   memang    negara    "late    corner"    dalam    proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan  teknologinya  juga  masih  terbelakang.  Menurut  PECC  dalam laporannya berjudul "Pasific Science and Technology Profit, menyimpulkan bahwa Indonesia dari segi pengeluaran R&D (Research and Design) sebagai persentase PDB, tergolong masih sangat kurang (Susastro, 1992:31).
Selanjutnya, dipaparkan bahwa Indonesia bersama dengan Filipina berada di peringkat  terbawah,  yaitu  sekitar  0,12  persen  saja  untuk  tahun  1987.  Sedangkan Malaysia, Singapura dan Cina persentasenya mendekati 1 persen, di Korea mendekati 2
%, bahkan Amerika dan Jepang jauh diatas 2 persen.
Dari segi jumlah ilmuan dan insiyur, Indonesia juga berada pada peringkat terbawah, yaitu hanya 4 orang per 10.000, dibandingkan dengan 15 orang di Korea, 18 orang di Taiwan, 23 orang di Singapura, 34 orang di Jepang dan 40 orang di Amerika.
Berdasarkan    data    perbandingan     tersebut,    indikasi     kebijaksanaan     harus menitikberatkan perhatian yang lebih bagi upaya untuk mengkreasi penemuan-penemuan teknologi, melalui tahapan mempelajari proses akuisisi dan peningkatkan kemampuan teknologi yang telah dikuasai.
Seperti pengalaman negara-negara lain yang telah melalui berbagai tahapan pembangunan sampai pada tahap industrialisasi, maka Indonesia juga mengandalkan teknologi  dalam  industrinya  untuk  memelihara  momentum  pembangunan  ekonomi dengan tingkat pertumbuhan diatas 5 % pertahunnya 1. Masuknya teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intelectual Right), maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang menggunakan, memakai dan mengembangkan teknologi dalam menghasilkan berbagai produk industri.
Dalam hal merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, Hiroshi Kakazu (1990: 66) menyatakan bahwa transfernya dapat melalui: (a)Science aggrement, (b). technical assistence and coopteration, (c). turnkey project, (d). foreign direct invesment, dan (e). purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity participation dalam rangka joint operation aggrement, know - how aggrement, kontrak-kontrak pembelian mesin- mesin, trade fair dan berbagai lokakarya (Lubis, 1987: 5 dan 9). Sebagai salah satu negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan pembangunan, maka Indonesia seringkali "dicurigai" melakukan eksploitasi sumber alamnya secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya tingkat kebutuhan Industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan berskala besar.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath dan Arens pada tahun 1987 (Prasetiantono, di dalam Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.

Masalah prioritas model teknologi (iptek) apakah kompetitif (competitive) atau komparalif (comparative), teknokrat yang diwakili Widjojo Nitisastro cs dan Sumilro Djojohadikusumo,  mengurutnya  atas  dasar  teknik  Delphi.  Sedangkan  B.  J.  habibie (Dewan  Riset  Nasional)  merangkainya  dengan  konsep  matriks  (Anwar,  Ibrahim  M.,
1987).
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi  dan  sektor  indusri  di  Indonesia,  sesungguhnya  telah  terjadi  kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Suarbaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan   suhu   udara,   sehingga   banyak   penduduk   yang   merasakan   kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan  dengan  pernyataan  tersebut,  Amsyari  (Sudjana  dan  Burhan  (ed.),
1996:104), mencatat keadaaan lingkungan di beberapa kota di Indonesia, yaitu:
Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri. Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r S02, dan debu. Sumber  daya  alam  yang  dimiliki  bangsa  Indonesia  terasa  semakin  menipis,  seperti minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020. Luas hutan Indonsia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit dan mengalami pencemaran.

2. Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya  konsentrasi  suatu  bahan  (hidup/mati)  pada  lingkungan,  dan  merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996:
102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan

sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.

3. Menyikapi Pencemaran Lingkungan
Konperensi PBB tentang lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal 5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup Sedunia. Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di  Indonesia  perhatian  tentang  lingkungan  hidup  telah  dilakukan  sejak  tahun
1960-an. Tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 - 18 Mei 1972. Hasil yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum permasalahan lingkungan                    hidup     di     Indonesia.          Dalam       hal           ini,       perhatian                     terhadap     perubahan iklim,kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan mahluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.
Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipremasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar.Saat ini, masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai pendorong kemajuan pembangunan diberbagai bidang.
Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi  Bapedal  sebagai  acuan  bagi  pembentukan  Bapeda/Wilayah  di  tingkat Propinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan           untuk                      memperkuat                Undang-Undang   Nomor    4   tahun   1982    tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui (Kusumaatmaja, dalam Sudjana dan Burhan (ed,), 1996: 8).
Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di Indonesia.   Pendirian   unit   pengolahan   limbah   ini   juga   diperkuat   oleh   Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Disamping    itu,   untuk    mengembangkan    tanggung    jawab    bersama    dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan

hidup ini, ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di berbagai kota dan sektor pembangunan.
Dari uraian tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan upaya- upaya yang dilakukan dalam pembanguan ekonomi, diperlukan itikad yang luhur dalam tindakan dan prilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian lingkungan hidupnya. walaupun telah ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, pp No. 19 tahun 1994 dan Keppres No.7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan, jika tidak ada kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup mak berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman, karena kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari tulisan diatas, sebagai berikut :
1.   Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.

2.   Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan mahluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.

3. Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan prilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.

4.   Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan kesimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.



Saran.

1.   Sebaiknya  dalam  mengeksploitasi  sumber  daya  alam  dan  lingkungan  yang dilakukan oleh dunia industri tidak hanya bertujuan meningkatkan keuntungan ekonomi semata, harus pula diiringi dengan kemauan untuk menyisihkan biaya bagi penelitian dan pemeliharaan lingkungan hidup.

2.   Perlu  dilibatkan  masyarakat  dalam  pengawasan  pengolahan  limbah  buangan industri agar lebih intens dalam menjaga mutu lingkungan hidup. Ikhtiar ini merupakan salah satu bentuk partisipasi dan pengawasan bial untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup.


DAFTAR  PUSTAKA

Anwar, Ibrahim M., Sekilas Perkembangan alih teknologi di Indonesia. Prisma No. 4, LP3ES,Jakarta, 1987.

Amsyari, Fuad., Permasalahan lingkungan hidup dan pilihan strategi pembangunan Indonesia dalam PIPI. dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latif (ed.), Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan tehadap Pemecahan Masalah lingkungan hidup, CIDES, Jakarta, 1996.

Kahazu,  Hiroshi.,  Industrial  technology  capabililies  and  policies  in  asia  developing
Countries, Asia Development Review Vol. 11 No. 2, 1990.

Kusumaatmadja, Sarwono., Persepsi, Kesadaran, dan Pentaalan Terhadap lingkungan hidup, dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latif(ed.).Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Pentaatan Terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan hidup. CIDES, Jakarta, 1996.

Lampiran  Pidato  Presiden  Republik  Indonesia  di  Depan  Sidang  Dewan  Perwakilan Rakyat tanggal 18 Agustus 1994, Pelakanaan REPELITA V. Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1994.

Lubis, Mulya T, Alih Tekllologi : Antara Harapan dan Kenyataan, Prisma No. 4,LP3ES, Jakarta, 1987.

Martinelli,  Alberto  &  Smelser,  Neil  1,  (ed.),  Economy  and  Society:  Overview  in
Ecollomic: Sociology, Sage Pub., london, 1990.

Prastiantono, Tony., Menghitung "Green" GDP: substansi dan Urgensi, dalam Sudjana, Eggic dan Burhan, Latif (ed.), Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan  Terhadap  Pemecahan  Masalah  Lingkungan  Hidup,  CIDES,  Jakarta,
1996.

Soemarwoto, Olto., Ekologi lingkungan hidup dan pembangunan. Penerbit Djambatan, Jakarta, 1991.

Soerjani, Mohammad., Permasalahan lingkungan hidup dalam tinjauan Filosofis ekologis dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latif (ed.). Upaya Penyamaan Persepsi, Kedadaran dan Pentaan terhadap pemecahan Masalah Lingkungan Hidup, CIDES, Jakarta, 1996.

Suratmo, F. Gunawan., Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Pengertian Konsep   Ekologi,   dalam  Sudjana,   Eggie   dan   Burhan,   Latif,   (cd.),   Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Pentaatan Terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan Hidup. CIDES, Jakarta, 1996.


Susastro, Hadi., Teknologi dan Keunggulan Komparatif, CSIS, Jakarta, Maret 1992.

Toruan Raymond, Globalisasi : Bumi Makin Panas, dalam Oetama, Jakob., (ed.), Menuju Masyarakat Baru Indonesia: Antisipasi Terhadap Tantangan Abad XXI, PT Gramedia, Jakarta, 1990.

6 komentar:

  1. infonya lumayan baguss , cuma tampilannya aja yang dibagusin lagi yaa tementemen :)

    by : khairunnisa noviantari

    BalasHapus
  2. infonua bagus. .
    tetep semangat ..
    by : febriyanti

    BalasHapus
  3. udah bagus
    tapi kurang greget ajah animasi nya
    hehe
    by yunica safitri

    BalasHapus
  4. tambahin animasi ma tmpilannya di keren ni lg yahhhh :))))

    by: peni rosepa

    BalasHapus